- His Dan Tenaga Lain Dalam Persalinan
Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar.Kekuatan yang
mendorong janin keluar dalam persalinan
ialah : his, kontraksi otot – otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari
ligament, dengan kerja sama yang baik dan sempurna.
a.
His ( kontraksi uterus )
His adalah kontraksi uterus karena otot – ototpolos rahim
bekerja dengan baik dan sempurna dengan sifat – sifat : kontraksi simetris,
fundus dominant, kenudian diikuti relaksasi. Pada saat kontraksi otot – otot
rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi
lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion kearah bawah rahim dan serviks.
Sifat – sifat lainnya dari his adalah :
involuntir, intermitten, terasa sakit, terkoordinasi dan simetris yang kadang –
kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisis, chemis dan psikis. Dalam
melakukan observasi pada ibu bersalin, hal – hal yang harus diperhatikan dari
his adalah :
- Frekuensi his : adalah jumlah dalam waktu tertentu biasanya permenit atau per 10 menit.
- Intensitas his : adalah kekuatan his ( adekuat atau lemah )
- Durasi ( lama his ) : adalah lamanya setiap his berlangsung dan ditentukan dengan detik, misalnya 50 detik
- Interval his : adalah jarak antara his satu dengan his berikutnya, misalnya his datang tiap 2 – 3 menit.
- Datangnya his : apakah sering, teratur, atau tidak.
His yang sempurna bila terdapat :
a.
Kontraksi yang simetris
b.
Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri
c.
Sesudah itu terjadi relaksasi
Pengetahuan fungsi uterus dalam masa kehamilan dan persalinan bnayak dipelajari oleh Caldeyro-Barcia dengan memasukkan kateter polietilen halus ke dalam ruang amnion dan memasang mikrobalon di miometrium fundus uteri, ditengah-tengah korpus uteri dan di bagian bawah uterus, semuanya di sambung kateter polietilen halus ke alat pencatat (electrometer). Ternyata diketahui bahwa otot-otot uterus tidak mengadakan relaksasi sampai 0, akan tetapi masih mempunyai tonus, sehingga tekanan di dalam ruang amnion masih terukur antara 6-12 mmHg. Pada tiap kontraksi tekanan tersebut meningkat, disebut amplitudoatau intensitas his yang mempunyai dua bagian : bagian pertama peningkatan tekanan yang agak cepat dan bagian kedua penurunan tekanan yang agak lamban.
Frekuensi his adalah jumlah his dalamwaktu tertentu. Amplitudo dikalikan dengan frekuensi his dalam 10 menit menggambarkan keaktifanuterus dan ini diukurdengan unit Montevideo. Umpama amplitudo 50 mmHg, frekuensi his 3 x dalam 10 menit, maka aktifitas uterus adalah 50 x 3 = 150 unit Montevideo. Nilai yang adekuat untuk terjadinya persalinan ialah 150-250 unit Mentovideo.
Tiap his dimulai sebagai gelombang dari
salah satu sudut dimana tuba masuk ke dalam dinding uterus yang disebut sebagai
pace maker tempat gelombang his berasal. Gelombang bergerak ke dalam dan ke
bawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai ke seluruh uterus.
His paling tinggi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan puncak kontraksi terjadi stimulan di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih pendek daripada sebelumnya yang disebut sebagai retraksi. Oleh karena serviks kurang mengandung otot, serviks tertarik dan terbuka (penipisan dan pembukaan); lebih-lebih jika ada tekanan oleh bagian janin yang keras, umpamanya kepala.
Perubahan – perubahan akibat his :
- Pada uterus dan serviks : uterus teraba keras / padat karena kontraksi. Serviks tidak mempunyai otot – otot yang banyak, sehingga setiap muncul his maka terjadi pendataran ( effacement ) dan pembukaan ( dilatasi ) dari serviks.
- Pada ibu : rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontrasi rahim, terdapat pula kenaikan nadi dan tekanan darah.
- Pada janin : pertularan oksigen pada sirkulasi utero – plasenter kurang sehingga timbulhipoksia janin. Denyut jantung janin melambat dan kurang jelas didengar karena adanya iskemia fisiologis. Kalau betul – betul terjadi hipoksia yang agak lama, misalnya pada kontraksi tetanik, maka terjadi gawat janin diatas 160 permenit dan tidak teratur.
Aktifitas miometrium dimulai saat
kehamilan. Bila melakukan pemeriksaan ginekologik waktu hamil kadang dapat
diraba adanya kontraksi uterus (tanda Braxton-Hicks). Pada seluruh trimester
kehamilan dapat dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHgyang
tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan lebih
sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai
persalinan dimulai. Jika persalinan mulai, yakni pada permulaan kala I,
frekuensi dan amplitudo his meningkat.
Amplitudo uterus meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada permulaan kala II.
His yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berdurasi 60-90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg.
Jika frekuensi dan amplitudo his lebih tinggi,
maka dapat menurangi pertukaran O2. Terjadilah hipoksia janin dan timbul gawat
janin yang secara klinik dapat ditentukan dengan antara lain menghitung DJJ
ataupun dengan pemeriksaan kardiotokografi.
His menyebabkan pembukaan dan penipisan di samping tekanan air ketuban pada permulaan kala I dan selanjutnya oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga panggul dan sebagai benda keras yang mengadakan tekanan pada serviks hingga pembukaan menjadi lengkap.
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh
terhadap kontraksi rahim adalah besar rahim, besar janin, berat badan ibu, dan
lain-lain. Namun, di laporkan tidak adanya perbedaan hasil pengukuran tekanan
intrauterus kala II antara wanita obese dan tidak obese.
Friedman menjelaskan bahwa gambaran klinis kontraksi uterus, frekuensi, intensitas, dan durasi di atas tidak dapat dipercayauntuk mengukur kemajuan persalinan ataupun indeks normalitas. Yang berguna untuk mengakses kemajuan persalinan adalah pembukaan dan penurunan.
Yang menarik adalah penelitian Oppenheimer et al yang menyatakan bahwa pemendekkan interval antara kontraksi dan peningkatan regularitas kontraksi merupakan prediksi keberhasilan satu augmentasi oksitosin dan persalinapervaginam.
Pada kala II ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum itu dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen akibat ibu melakukan kontrkasi diafragma dan otot-otot dinding abdomen yang akan lebih efisien jika badan ibu dalam keadaan fleksi dan glotis tertutup. Dagu ibu di dadanya, badan dalam fleksi dan kedua tangan menarik pahanya dekat pada lutut. Dengan demikian, kepala/bokong janin didorong membuka diafragma pelvis dan vulva, setelah anak lahir kekuatan his tetap ada untuk pelepasan dan pengeluaran uri (kala III).
Posisi ibu yang tegak (duduk, jongkok, atau berdiri) lebih mempermudah upaya mengejan ibu yang mungkin diakibatkan bantuan gravitasi dan merupakan posisi yang lebih fisiologis, meskipun penelitian-penelitian yang ada menghasilkan kesimpulan yang definitif. Posisi ibu yang tegak (bukan telentang/dorsolitotomi) serta pendampingan oleh suami yang kontiniu dianjurkan oleh tbuku/kursus misalnya kursus APN (Asuhan Persalinan Normal), kursus ALARM (Advances in labor and Riks Management), dan kursus ALSO (Advances Life support in Obstetrics).
Pada kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitudo his masih tinggi ± 60-80 mmHg, tetapi frekuensinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas uterus menurun. Sesudah 24 jam pascapersalinan intensitas dan frekuensi his menurun.
Ditingkat sel, mekanisme kontraksi ada 2 yaitu yang akut dan kronik. Yang akut diakibatkan masuknya ion kalsium (Ca2 +) ke dalam sel yang dimulai dengan depolarisasi membran sel. Meningkatnya konsentrasi Ca2 + bebas dalam sel memicu satu reaksi berantai yang menyebabkan pembentukan hubungan (cross-bridges) antara filamen aktin dan miosin sehingga sel berkontraksi. Sementara itu, mekanisme yang kronik diakibatkan pengaruh hormon yang memediasi transkripsi gen yang menekan atau menin gkatkan kontraktilitas sel yaitu CAP (Contraction Associdiate-proteins).
Yang menyebabkan uterus mulai berkontraksi (mulai inpartu) sampai saat ini belum diketahui. Diperkirakan adanya sinyal biomolekuler dari janin yang diterima otak ibu akan memulai kaskade penurunan progesteron, estrogen, dan peningktan prostaglandin dan oksitosin sehingga terjadilah tanda-tanda persalinan. Satu teori yang menyebabkan bahwa janin merupakan dirigen dari orkestrasi kehamilannya sendiri, dan komunikasi biomolekuler antara ibu dan janin yang akan terjalin seumur hidup.
Kontraksi uterus umumnya tidak seberapa sakit, tetapi kadang – kadang dapat mengganggu sekali. Juga pada waktu menyusui, ibu merasakan his yang kadang-kadang mengganggu akibat refleks pengeluran oksitosin. Oksitosin dapat membuat uterus berkontraksi disamping membuat otot polos disekitar alveola berkontraksi pula sehingga air susu ibu dapat keluar.
Perasaan skit pada waktu his amat objektif, tidak hanya bergantung pada intensitas his, tetapi bergantung pula pada keadaan mental orangnya. Nyeri pada waktu melahirkan dianggap sebagai satu-satunya nyeri yang fisiologis sehingga ada pendapat yang mengatakan tidak perlu di kurangi intensitasnya. Perasaan sakit pada his mungkin disebabkan oleh iskemia dalam korpus uteri tempat terdapat banyak serabut dan diteruskan melalui sarafsensoris di pleksus hipogastrik ke sistem saraf pusat. Sakit di pinggang sering terasa pada kala pembukaan dan bila bagian bawah uterus turut berkontraksi sehingga serabut sensorik turut juga terangsang. Pada kala II perasaan sakit disebabkan oleh peregangan vagina, jaringan-jaringan dalam panggul dan perineum. Sakit ini dirasakan di pinggang, dalam panggul dan menjalar ke paha sebelah dalam.
Perasaan sakit ini dapat dikurangi dengan cara nonmedikamentosa yaitu memberi penjelasan apa yang terjadi atau akan terjadi, pendampingan selama persalinan yang kontinyu, bersalin di air (water birth) atau cara medis misalnya anestesia spinal,epidural, kombinasi spinal dan epidural, PCEA, pemakaian akupuntur, atau pudendal block.
b. kelainan pada his
1)
Inertia uteri Hipotonic uterine contraction : Kelainan his dengan kekuatan yang lemah
/ tidak adekuat untuk membuka servik atau mendorong anak keluar. Seperti :
Penderita anemia, Hydramnion, gemelli, anak besar, primi atau grande multipara
atau ibu dengan emosi yang tidak baik.
Inertia uteri hypotonic terbagi 2:
a.
Inertia uteri primer : terjadi pada permulaan fase laten
b.
Inertia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif dan awal kala
II.
2)
Inertia uteri Hypertonic atau disebut
juga Incordinate uterine action: Ini menyebabkan persalinan selesai dalam waktu singkat. Contoh: Partus selesai kurang dari 3
jam , dinamakan partus presipitatus. Sifat his normal, tonus otot diluar his
juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus
bagi ibu adalah perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina
dan perineum sedangkan pada bayi dapalam waktu yang mnyebabkan perdarahan dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.
Penderita merasa nyeri terus menerus dan menjadi gelisah, regangan SBR
melampaui kekuatan jaringan terjadilah ruptur uteri. Dengan Sifat his berubah,
Tonus otot meningkat juga diluar his, kontraksi tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian – bagiannya. Tidak ada
koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Tonus otot menyebabkan nyeri hebat
dan hipoksia janin.
- Tenaga Mengejan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah
ketuban pecah tenaga yang mendorong anak keluar selain his, hebat dan hipoksia
terutama disebakan oleh kontraksi otot – otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan
waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi.
Saat kepala sampai pada dasar panggul, timbul suatu reflek yang mengakibatkan ibu menutup glottisnya, mengkontraksi otot – otot perutnya dan menekan dafragmanya ke bawah. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, bila pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu ada his. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir, misalnya pada penderita yang lumpuh otot – otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan ini juga melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar